Jejak KataLiputan

Warung UMKM Vs Ritel Moderen, Perda No. 14 Tahun 2011 Perlu Dikaji Ulang

×

Warung UMKM Vs Ritel Moderen, Perda No. 14 Tahun 2011 Perlu Dikaji Ulang

Sebarkan artikel ini
Widi Hatmoko, Ketua DPC AKURINDO Kabupaten Tangerang.

JEJAK KATA, Tangerang – Maraknya ritel moderen yang tersebar di hampir setiap sudud tempat di wilayah Kabupaten Tangerang, membuat warung-warung kecil milik pelaku UMKM mulai tergerus. Karena, masyarakat mulai banyak yang memilih belanja ke ritel ketimbang ke warung UMKM.

Melihat kondisi ini, Ketua DPC Asosiasi Kelompok Usaha Rakyat Indonesia (AKURINDO) Kabupaten Tangerang, Widi Hatmoko, mengajak warga masyarakat Kabupaten Tangerang untuk tidak melupakan warung UMKM. Karena, warung UMKM ini adalah ujung tombak perekonomian masyarakat. Kenapa dikatakan sebagai ujung tombak perekonomian masyarakat? Karena menurut Widi, perputaran uang beredar dari rakyat dan untuk rakyat.

“Kalau kita belanja di warung UMKM, uangnya kan berputar di sekeliling kita, dari warga oleh warga dan untuk warga. Dengan begitu, kita sudah bersumbangsih membantu perekonomian masyarakat yang ada di sekitar kita,” ujar Widi Hatmoko, Senin (19/09/2022).

Menurut Widi, belanja ke warung tetangga ini juga adalah bagian dari konsep gotong royong dalam membangkitkan ekonomi kerakyatan setelah beberapa tahun dihadapkan dengan pandemi.

Pun demikian, kata Widi, bukan berarti untuk mematikan toko-toko ritel moderen. Karena, di toko ritel moderen banyak barang-barang yang tidak dijual oleh waung UMKM.

“Ya kalau di warung tetangga ada, kenapa harus ke ritel moderen? Belanja lah di warung tetangga. Nah, kalau di warung tetangga tidak ada, bisa ke tempat lain, atau ke ritel moderen seperti minimarket dan lain-lain,” katanya.

Widi juga menyoroti soal Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tangerang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Penataan Toko Moderen dan Pembinaan Pedagang Kecil tidak dijalankan dengan baik. Menurut Widi, pembuatan Perda yang dilakukan oleh ekskutif dan legislatif itu, tidak berpihak pada rakyat. Bukan pada isi Perdanya, namun, kata Widi, lebih kepada pelaksanaan dan pengawasannya.

“Kita lihat Perda Kabupaten Tangerang No 14 Tahun 2011, pada Bab III Pasal 7 tentang penataan lokasi, itu kan jelas. Tapi kalau kita lihat, coba seperti apa minimarket di Kabupaten Tangerang. Ini malah ada yang jaraknya cuma 1 meter, dempet malah,” tandasnya.

Widi berharap, para wakil rakyat dan aparatur pemerintah di Kabupaten Tangerang bisa mengkaji ulang Perda tersebut. Jangan sampai Perda dibuat dengan anggaran besar tapi pelaksanaannya tidak berpihak kepada rakyat. (RAS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *