JEJAK KATA, Rembang – Tidak banyak yang tahu memang, karena hanya ditemukan di daerah Kabupaten Rembang dan sekitarnya. Rasanya manis, legit dan warnanya seperti dodol. Hanya saja bentuknya lonjong dan dibungkus lilitan daun lontar mirip dengan terompet.
Warga di wilayah Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menyebutnya dengan dumbek. Kuliner dumbek ini menjadi salah satu makanan favorit yang banyak diburu pada acara-acara tertentu. Dumbek juga kerap dijadikan tentengan pada acara-acara seserahan pada prosesi pernikahan. Selain itu kerap jadi suguhan pada acara-acara sedekah bumi di daerah ini.
Konon, kuliner dumbeg ini menjadi salah satu camilan favorit para wali. Sejarahnya dumbeg ini muncul pada sekitar abad ke-15 hingga 16 di Pulau Jawa bagian pesisir utara yang menjadi salah satu sasaran wilayah dakwah para Walisongo, yang meliputi wilayah Lasem-Rembang hingga Tuban, yang kala itu kawasan tersebut sangat strategis sebagai pusat perdagangan dan jalur diplomasi internasional melalui maritim.
Dumbeg juga memiliki filosofi yang dipercaya sebagai simbol kesuburan dan simbol lambang laki-laki yang juga disebut lingga. Dalam tradisi Jawa Kuno, pasangan dumbeg adalah jadah atau ketan yang menjadi simbol perempuan. Dengan demikian, kedua makanan tradisional tersebut melambangkan suatu kesuburan dan tonggak dari peradaban.
Nah, kalau kalian penasaran dengan kuliner para wali ini, bisa datang ke daerah Kabupaten Rembang, tepatnya di Kecamatan Sulang, Desa Pohlandak, Kecamatan Pancur dan Desa Mondoteko, Kecamatan Rembang. Di daerah ini masih banyak warga yang melestarikan tradisi membuat dumbek.
Mau tahu apa saja bahan kuliner khas yang unik ini? Untuk adonan ½ kg tepung beras adalah 1 liter santan kental, 250 gr gula pasir atau gula merah, 1 sendok teh garam, 2 sendok makan air kapur sirih dan lembaran daun lontar. Daun lontar ini nantinya sebagai pembungkus yang meliliti dumbek, dan berbentuk seperti terompet.