Jejak KataWisata dan Kuliner

Klenteng Cu An Kiong Ada Setelah Beradaban Islam Sebelum Walisongo

×

Klenteng Cu An Kiong Ada Setelah Beradaban Islam Sebelum Walisongo

Sebarkan artikel ini
Klenteng Cu An Kiong di Jalan Dasun, Desa Soditan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang-Jawa Tengah.

JEJAK KATA, Lasem – Cu An Kiong adalah salah satu nama klenteng tertua di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Lokasi klenteng ini berada di Jalan Dasun No 19, Desa Soditan, Kecamatan Lasem.

Sie Hwie Djan alias Pak Gandor, salah seorang tokoh warga peranakan Tionghoa Lasem, yang juga pernah mengelola tiga klenteng tua di daerah tersebut, mengaku, berdasarkan hasil temuan beberapa orang Tionghoa Lasem yang pernah berkunjung ke Belanda, tepatnya di salah satu museum di Kota Leiden, pernah melihat sebuah peta tentang Lasem, dimana dalam peta yang dibuat pada tahun 1411 M tersebut terdapat nama Klenteng Cu An Kiong yang berlokasi di Jalan Dasun No 19 Lasem itu.

“Kalau tahun berapa klenteng ini berdiri, kita tidak tahu persis. Karena dokumen tiga Klenteng yang ada di Lasem ini sudah tidak ada. Saya masih ingat, waktu itu bulan Februari tahun 1966, semua dokumen tiga klenteng ini ada yang membawa, dan sampai saat ini tidak kembali. Tapi kalau berdasarkan peta yang ada di museum Belanda, di Kota Leiden, tahun 1411 Klenteng Cu An Kiong ini sudah ada. Jadi kita simpulkan, sebelum tahun itu atau di sekitar abad XIII klenteng ini sudah ada. Ini klenteng tertua di Nusantara,” ujar Pak Gandor.

Sejarawan Lasem, Adi Winarno, mengungkapkan bahwa berdirinya klenteng Cu An Kiong ini tidak lepas dari history kaum migran dari Cina daratan yang masuk di wilayah tersebut, dan menetap di daerah ini. Mereka membawa peradaban baru, yang kemudian mengalami alkuturasi, dan berkembang menjadi bagian dari kearifan lokal.

Terkait keberadaan Klenteng Cu An Kiong sendiri, menurut Edi, ini ada setelah abak ke-15, yaitu setelah masuknya orang-orang Cheng Ho ke tanah Lasem. Memang, kata Edi, masuknya Cheng Ho di bawah pimpinan Bi Nang Un ini membawa pengaruh Islam. Termasuk mengenalkan berbagai kesenian seperti seni tari, membuat slepi, dan seni batik.

Bi Nang Un sendiri, kata Edi, sebenarnya berasal dari negeri Cempa yang ikut dalam ekspedisi Cheng Ho dari negara Tiongkok. Saat itu, orang-orang dari Cempa juga banyak didominasi oleh orang-orang Cina atau Tionghoa.

Pada saat itu, lanjut Edi, Cheng Ho yang membawa peradaban Islam itu pernah membuat masjid di Lasem. Masjid yang didirikan oleh Cheng Ho pada sekitar abad 15 tersebut, diyakini berlokasi di Klenteng Cu An Kiong.

Namun pada masa berikutnya, disusul oleh orang-orang Cina daratan yang masuk ke wilayah Lasem dengan membawa faham konfusianisme, yang kemudian mengalami pergeseran budaya, sampai akhirnya munculah Klenteng Cu An Kiong yang diperkirakan berada di bekas masjid orang-orang Cheng Ho sebelumnya.

Barulah, pada abad 16-an peradaban Islam kembali berkembang melalui para Walisongo yang diantaranya bersinggah di daerah tersebut. Hingga saat ini, peradaban Islam yang pernah ada di antara budaya Tionghoa yang dipengaruhi faham Konfusianisme dalam dua kurun waktu yang berbeda, hingga saat ini hidup rukun berdampingan di wilayah itu. (*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *