Jejak KataSeni dan Hiburan

Peluncuran Novel ‘Mei Merah 1998’,  Sastra sebagai Saksi Bicara yang Mencatat Luka

×

Peluncuran Novel ‘Mei Merah 1998’,  Sastra sebagai Saksi Bicara yang Mencatat Luka

Sebarkan artikel ini
Diskusi novel ‘Mei Merah 1998, Kala Arwah Berkisah’ karya Naning Pranoto, di PDS HB Jassin, Sabtu 31 Mei 2025.

SASTRA memiliki peran sebagai saksi bicara. Bukan saksi bisu. Karena sastra punya kemampuan mencatat dan membicarakan peristiwa-peristiwa yang tidak bisa dibicarakan oleh jurnalisme. Lewat sastralah peristiwa-perstiwa itu terus hidup, dibicarakan, dikenang, dan diwariskan kepada generasi berikutnya sebagai ingatan kolektif dan menjadi lumbung makna.

Namun sayangnya, menurut Maman S. Mahayana, dalam diskusi novel ‘Mei Merah 1998, Kala Arwah Berkisah’ karya Naning Pranoto, di PDS HB Jassin, Sabtu 31 Mei 2025, pelajaran sastra tidak dianggap penting oleh bangsa ini.

“Kalah penting dari matematika, bahkan kalah penting dari pelajaran bahasa itu sendiri,” kata kritikus sastra dari Universitas Indonesia tersebut.

Sastrawan memiliki tugas mencatat peristiwa paling kelam sekalipun dan melahirkannya kembali sebagai karya sastra.

“Lewat novel ‘Mei Merah 1998, Kala Arwah Berkisah’ inilah Naning Pranoto telah mengambil perannya menjadi saksi yang bicara tentang peristiwa kelam Tragedi Mei 1998. Naning mengabadikan peristiwa tersebut dalam karya sastra. Peristiwa itu akan lebih hidup ketika dibaca dalam memori pembacanya,” kata Maman.

Namun Maman mengingatkan bahwa agar lebih berbunyi, kata-kata dalam karya sastra harus diletakkan pada konteknya. “Bila dilepaskan dari konteks, maka akan kehilangan bunyi bahkan maknanya,” ujar pengajar Sastra Melayu-Indonesia di Hankuk University, Korea, tersebut.

Naning Pranoto membabar keputusannya memilih menulis novel dengan topik ‘Tragedi Mei 1998’ tentang pembunuhan dan pemerkosaan orang-orang Tionghoa. Sebuah topik yang bagi sebagian orang sensitif karena tak ubahnya mengorek luka sejarah bangsa Indonesia. “Buku ini wujud kecintaan saya kepada bangsa ini, kepada nasib perempuan,” kata Naning.

Naning menghabiskan waktu 18 tahun untuk menulis novel ini. Dia membutuhkan waktu sepanjang itu lantaran ia harus mencari korban yang langsung mengalami peristiwa mengenaskan itu. “Saya menulis novel ini dan menciptakan tokoh-tokohnya berdasarkan wawancara langsung dengan korban,” ujar Naning yang saat peristiwa itu terjadi dirinya sedang menempuh pendidikan di Melbourne, Australia.

Pada kesempatan diskusi novel tersebut dihadirkan pula penyintas ‘Tragedi Mei 1998’. Dia adalah Nilasari (Tjong Lie Fen), seorang Tionghoa yang saat kejadian para perusuh menyerbu rumah perempuan pengusaha roti itu. Mereka menjarah apa saja barang-barang yang ada di dalamnya dan menghancurkan apa pun yang tidak bisa dibawa. Nilasari lolos dari maut berkat bantuan pak erte.

“Saya selamat namun peristiwa itu meninggalkan trauma yang sangat dalam jiwa saya,” kata Nilasari yang membutuhkan waktu panjang untuk sembuh dari trauma. Bahkan sampai sekarang trauma itu belum sepenuhnya hilang sehingga ia merasa tak sanggup untuk menceritakannya.

Sejarah Kekerasan terhadap Etnik Tionghoa

Sementara itu pembahas lainnya, Fatih Maharini, Dosen Universitas Pakuan Bogor dan Peneliti Korban Kekerasan Mei 1998, memaparkan hasil penelitiannya tentang peristiwa tersebut dan dampaknya bagi perempuan Tionghoa. Menurut Fatih yang juga bekerja di Komnas Perempuan tersebut, kekerasan terhadap etnik Tionghoa tidak hanya terjadi pada Mei 1998.

“Kekerasan terhadap etnik Tionghoa bila ditarik ke belakang sudah terjadi sejak 1740. Waktu itu kekerasan dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, kemudian tahun 1946 di Jakarta dan Tangerang, dan sepanjang pemerintahan Orba 1965-1998,” paparnya.

Naning Pranoto dan kita semua tentu berharap peristiwa kekerasan terhadap etnik Tionghoa dan etnik manapun tidak terjadi lagi di bumi Indonesia. Syaratnya pemerintah tidak hanya harus meminta maaf kepada keluarga korban, tapi juga menangkap dan mengadili pelakunya. Sepertinya ini yang masih sulit. (Aris Kurniawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *