POLEMIK pagar bambu yang membentang sepanjang 30 kilometer lebih di perairan pesisir utara Kabupaten Tangerang menjadi peristiwa besar di awal tahun 2025 ini. Proyek pemagaran laut itu sudah berlangsung sejak 2024, saat Joko Widodo (Jokowi) masih berkuasa menjadi orang nomor satu di republik ini.
Terbongkarnya fenomena pagar laut yang pada awalnya dinarasikan sebagai pagar misterius ini, bermula dari keresahan para nelayan yang merasa terganggu dengan adanya pagar tersebut. Karena, selain hasil tangkapan berkurang, mereka harus mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk melaut, terutama untuk kebutuhan bahan bakar. Mereka harus berputar lebih jauh dari waktu dan jarak tempuh sebelumnya.
Kang Kholid, salah seorang nelayan yang mengaku terdampak atas pemagaran tersebut, mencoba mengadukan kejadian tersebut ke pemerintah provinsi Banten melalui dinas terkait, namun tidak ada hasil. Sampai akhirnya pagar tersebut viral dan menyita perhatian publik. Media-media mainstream nasional melakukan investigasi untuk mengungkap kebenaran informasi yang berkembang di media sosial.
Pro dan kontra mulai terjadi. Seorang staf desa bersama kelompok yang menamakan dirinya sebagai Jaringan Rakyat Pantura (JRP), adalah orang yang paling menarik perhatian. Karena, dari berbagai komentarnya yang beredar di media sosial maupun media mainstream, pagar laut sepanjang 30 kilometer lebih itu adalah hasil swadaya masyarakat.
Awak media pun terus mendalami komentar dua orang ini, yaitu mencari sumber lain dengan mengedepankan rasional dan akal sehat. Sampai akhirnya, kenalaran berpikir dalam menganalisa kata demi kata yang disampaikan dua narasumber itu, mengerucut dalam sebuah kesimpulan bahwa itu tidak masuk akal. Komentar dua narasumber itu sudah seperti setengah ngibul, bokis dan mengada-ada.
Sampai akhirnya, polemik ini sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Tidak dikasih ampun, pada Sabtu 18 Januari 2025, pagar tersebut pun diobrak-abrik oleh ratusan prajurit TNI AL dibantu oleh warga dan nelayan.
Kementrian Kelautan dan Perikanan melalui menterinya, Sakti Wahyu Trenggono, sempat menyayangkan pembongkaran pagar tersebut. Alasannya, masih dalam penyelidikan lah, terlalu buru-buru lah, pagar itu sebagai barang bukti dan lain sebagainya. Tapi itu tidak membuat presiden Prabowo luluh begitu saja. Tak mempan! Pembongkaran pagar laut tetap saja bergerak, malah semakin menjadi-jadi, meski dua hari sempat terhenti untuk evaluasi.
Pemberitaan semakin ramai. Menteri ATR dan Kepala BPN-RI, Nusron Wahid, bersuara, mengungkap bawah di kawasan laut yang sudah dipagar bambu sepanjang 30 kilometer itu sudah terdapat sertifikat HGB dan SHM.
Dari situlah narasi pagar laut misterius itu mulai terkuak. Ada ratusan HGB atas perusahaan yang berafiliasi dengan pengembang besar serta SHM atas nama pribadi.
Proyek Strategis Nasional (PSN) dan PIK 2 paling menjadi sorotan. Nama Kades Kohod, Arsin, seorang staf pemerintahan desa Kohod atas nama Tarsin dan JRP yang digawangi oleh Shandi Martha Praja, juga ikut jadi gunjingan. Kades Arsin jadi omongan karena videonya saat bersama para pekerja pemagaran bambu beredar, dan mengklaim tidak ada nelayan yang keberatan. Lalu, Tarsin juga jadi bahan tertawaan karena statemennya yang mirip dengan Arsin. Bahkan dia mengklaim bahwa pagar bambu itu adalah swadaya masyarakat dan lain-lain.
Terlebih-lebih, Shandi Martha Praja, yang akhir-akhir ini diketahui sebagai mahasiswa yang sudah dikeluarkan alias drop out dari Universitas Muhamadiyah Tangerang (UMT) beberapa tahun silam. Sampai hari ini, sosok yang menyebutkan bahwa pagar cerucuk bambu yang panjangnya enggak kira-kira itu adalah patungan warga untuk menangkal abrasi dan mitigasi bencana tsunami.
Sekilas, memang terdengar sangat idealis, peduli dan sosial banget. Tapi semakin ditelaah, kata-katanya semakin ke sini semakin bikin ngakak, terlalu mengada-ada dan seperti setengah ‘ndobos’.
Begitu pagar dirobohkan oleh TNI AL atas perintah presiden dan dibantu warga serta ratusan nelayan, Tarsin dan Shandi yang pada awal-awal paling banyak ‘ngecap’, tidak terlihat batang hidungnya.
Kita semua masih menunggu hasil akhir drama pagar cerucuk bambu di tengah laut Tangerang. Ya, drama yang menghebohkan sampai ke penjuru pelosok negeri ini, sekilas seperti sebuah pembodohan akal bulus para kapitalis yang rakus mencaplok lautan seenak udele dewek. (*
PENULIS
Paidjo Hadi Sumardjono
Seniman/Pemerhati Sosial