Seni dan Hiburan

Wayang Kulit Malam Jumat Kliwon ke-329: Ziarah Rasa untuk Maston Lingkar

×

Wayang Kulit Malam Jumat Kliwon ke-329: Ziarah Rasa untuk Maston Lingkar

Sebarkan artikel ini
Sabetan wayang Ki Bremara Sekar Wangsa memukai penonton Pagelaran Wayang Kulit Malam Jumat Kliwon yang ke-329 di Taman Budaya Raden Saleh Semarang.

JEJAK KATA, Semarang — Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) kembali menjadi ruang sakral berkesenian pada Kamis malam (31/07/25). Teater Lingkar bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang menggelar Pagelaran Wayang Kulit Malam Jumat Kliwon yang ke-329.

Kali ini, pertunjukan dirangkai dengan peringatan 40 hari wafatnya Maston Lingkar, pendiri Teater Lingkar yang dikenal luas sebagai tokoh penting dunia seni tradisi di Semarang.

Acara dimulai dengan sambutan dari Kepala Bidang Kebudayaan Disbudpar Kota Semarang, Sarosa, yang menyampaikan apresiasi mendalam terhadap keberlanjutan tradisi pagelaran wayang yang secara konsisten digelar oleh Teater Lingkar setiap malam Jumat Kliwon. Ia menyebut kegiatan ini sebagai pilar kebudayaan yang patut dijaga dan didukung.

“Kami berharap kegiatan ini bisa terus berlanjut, dan tentunya mendapat dukungan dari APBD Perubahan agar tetap menjadi ruang hidup bagi seni tradisi di kota ini,” ujar Sarosa.

Pagelaran kali ini terasa istimewa, karena menjadi momen reflektif untuk mengenang sosok Maston Lingkar. Putra almarhum, Sindhunata Gesit Widharto, yang mewakili Teater Lingkar dalam kesempatan tersebut, menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang selama ini turut menjaga warisan seni yang dirintis sang ayah. Ia juga memimpin doa bersama untuk almarhum, disambut dengan suasana haru dari para hadirin.

Sebagai simbol estafet nilai, tokoh wayang diserahkan secara bergantian dari Sarosa kepada Sindhunata, lalu diteruskan kepada dalang muda Ki Bremara Sekar Wangsa yang malam itu membawakan lakon Banjaran Boma Narakasura.

Lakon Boma Narakasura: Cermin Kesadaran dan Kuasa

Kisah ini menggambarkan Boma Narakasura, anak Dewa Wisnu (dalam wujud Kresna) dan Dewi Pratiwi, yang tersesat dalam ambisi dan kekuasaan, tanpa pernah mengenali ayahnya sendiri. Dalam pertempuran epik, ia akhirnya gugur oleh tangan Kresna, justru ketika kesadarannya mulai tumbuh. Sebuah tragedi yang menyentuh tentang pencarian jati diri dan konsekuensi dari kesombongan manusia.

Ki Bremara Sekar Wangsa: Harapan Baru Pedalangan Semarang

Ki Bremara, dalang muda asal Semarang, berhasil memukau hadirin dengan pendekatan artistik yang kuat dan emosional. Berasal dari keluarga seniman, ia dikenal karena kemampuannya meramu teknik klasik dengan ekspresi kontemporer yang tetap berakar pada filosofi Jawa. Penampilannya malam itu tak hanya menjadi hiburan, melainkan juga meditasi budaya yang sarat makna.

Tradisi yang Terus Menyala

Pagelaran ini bukan hanya menjaga keberlangsungan tradisi, tetapi juga menjadi bentuk ziarah rasa—menghormati warisan, mengenang leluhur seni, dan memperkuat jembatan generasi. 40 hari telah berlalu sejak kepergian Maston Lingkar, namun semangat dan nilai-nilai yang ia tanamkan terus hidup di atas panggung, dalam sabda dalang, dan dalam ingatan kolektif para pecinta seni.

Pagelaran ke-329 ini menegaskan bahwa panggung bukan sekadar tempat pertunjukan, tapi juga ruang spiritual untuk menjaga yang luhur, merawat yang arif, dan melanjutkan yang diwariskan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *