PRAKTIK kekuasaan dengan “memberi” posisi anggota keluarga dalam struktur kekuasaan sering disebut dengan dinasti politik. Dinasti politik merupakan realitas yang tak terhindarkan dalam demokrasi. Sejak Banten menjadi provinsi yang mandiri pada tahun 2000, tanda-tanda awal kebangkitan dinasti politik dimulai. Lebih tepatnya sejak proses pemilihan gubernur-wakil gubernur periode pertama tahun 2001, yaitu untuk gubernur Banten periode 2022-2007.
Proses pemilihan yang diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten pada 3 Desember 2001 itu, dimenangkan oleh pasangan Djoko Munandar-Ratu Atut Chosiyah dengan perolehan suara 53,62 persen. Pasangan Djoko Mundandar-Atut mengalahkan dua paslon rivalnya, yaitu oleh Ace Suhaedi-Mamas Chaerudin dengan perolehan suara 33,33 persen dan Herman Haeruman-Ade Sudirman dengan perolehan suara 7,24 persen.
Untuk diketahui, Ratu Atut Chosiyah merupakan putri dari Tubagus Chasan Sochib, salah seorang tokoh berpengaruh di daerah tersebut. Di kemudian hari, Ratu Atut Chosiyah maju kembali dalam Pilkada Banten, dan terpilih dua periode, yang kemudian ini menjadi langkah awal munculnya dinasti politik di Banten oleh keluarga tersebut.
Nah, membongkar dinasti politik di Banten, khususnya yang dipimpin oleh Ratu Atut Chosiyah, memang melibatkan analisis mendalam mengenai sejarah, strategi, dan masa depan dinasti ini.
Dinasti politik ini berakar dari Tubagus Chasan Sochib, ayah Ratu Atut, yang dikenal sebagai tokoh lokal berpengaruh. Chasan Sochib memainkan peran penting dalam membangun Provinsi Banten dan berhasil membangun struktur kekuasaan yang kuat. Ia memberikan dukungan finansial dan koneksi politik untuk keluarganya untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahan daerah.
Keluarga Atut menggunakan taktik yang sangat penting untuk mempertahankan dinasti ini. Mereka menggunakan sistem kekuasaan Chasan, yang dikenal sebagai Octopus Dynasty. Keluarga Atut tidak hanya menguasai posisi legislatif dan eksekutif, tetapi mereka juga masuk ke berbagai aspek kehidupan Banten, seperti bisnis dan sosial budaya. Meskipun Ratu Atut ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2013 karena kasus korupsi, dinasti ini masih bertahan, bahkan memenangkan pemilihan kepala daerah pada tahun 2015 dan 2017.
Salah satu faktor yang mendukung bertahannya dinasti politik ini adalah rendahnya partisipasi politik masyarakat di Banten. Pada pemilihan umum, tingkat partisipasi pemilih sering kali berada di bawah 65 persen, menciptakan ruang bagi dinasti untuk terus berkuasa tanpa banyak perlawanan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Banten cenderung kurang terlibat dalam proses politik, sehingga memberi kesempatan bagi dinasti untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Rendahnya kesadaran politik ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya reformasi dan perubahan kepemimpinan di daerah tersebut.
Meskipun demikian, seiring dengan meningkatnya kesadaran politik masyarakat, dinasti politik Banten mulai menghadapi tantangan. Generasi muda semakin aktif dalam memperjuangkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Mereka mulai menyadari pentingnya keterlibatan dalam proses politik untuk memecah dominasi dinasti yang telah mengakar selama bertahun-tahun. Semakin banyak gerakan dari masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah untuk mendorong partisipasi aktif dalam pemilu serta menuntut perubahan struktural dalam sistem politik.
Masa depan dinasti politik di Banten akan sangat bergantung pada dinamika sosial dan politik yang berkembang. Jika masyarakat terus meningkatkan partisipasi dan kesadaran politik mereka, ada kemungkinan besar bagi munculnya pemimpin baru yang lebih representatif dan transparan. Selain itu, peran partai politik juga sangat penting dalam menciptakan ruang bagi kaderisasi internal yang sehat, sehingga tidak hanya bergantung pada figur-figur dari keluarga tertentu. Reformasi internal di partai politik akan menjadi kunci untuk meruntuhkan struktur dinasti yang telah mengakar.
Dalam situasi seperti ini, keberadaan lembaga-lembaga independen seperti KPK juga sangat vital untuk menegakkan hukum dan memberantas praktik korupsi yang sering kali melibatkan tokoh-tokoh dari dinasti politik. Agar pemberantasan korupsi dapat menciptakan iklim politik yang lebih baik, perlu ada sistem hukum yang kuat dan transparan yang mendukungnya. Oleh karena itu, harapan untuk membongkar dinasti politik di Banten bukanlah hal yang mustahil jika didukung oleh berbagai elemen masyarakat.
Secara keseluruhan, sejarah dinasti politik Banten menunjukkan hubungan yang kompleks antara masyarakat, sistem politik, dan kekuasaan. Masa depan Dinasti Atut mungkin berbeda karena kesadaran masyarakat yang meningkat dan dorongan untuk reformasi. Namun, dinasti ini telah menunjukkan ketahanan meskipun menghadapi banyak tantangan. Sangat mungkin bagi masyarakat Banten untuk mengambil kembali kendali atas proses politik lokal dan mendorong perubahan menuju sistem pemerintahan yang lebih demokratis.
Dengan demikian, membongkar dinasti politik di Banten bukan hanya soal mengubah figur pemimpin, tetapi juga tentang membangun kesadaran kolektif masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses demokrasi. Transformasi ini memerlukan waktu dan usaha dari semua pihak agar dapat menciptakan perubahan yang berarti bagi masa depan Banten.
Dan, perhelatan Pilkada Banten serta Pilkada Kabupaten Serang 2024, dimana adik ipar Ratu Atut Chosiyah, yaitu Airin Rachmi Diany yang maju sebagai calon gubernur Banten, serta Andika Hazrumy putra dari Ratu Atut Chosiyah sebagai calon bupati Serang, yang berdasarkan quick count penghitungan cepat kalah telak dari rivalnya, menjadi ancaman besar awal runtuhnya dinasti politik Banten oleh keluarga tersebut.
Penulis:
Kyla Ayala Smith
Mahasiswi Semester 1 Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang