MEDIA sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi siswa yang tumbuh di era digital. Platform seperti Instagram, TikTok, dan WhatsApp bukan hanya sekadar alat untuk hiburan, tetapi juga menawarkan potensi sebagai sarana belajar. Namun, pengaruh media sosial terhadap proses belajar siswa memiliki dua sisi yang saling bertentangan, tergantung pada cara penggunaannya.
Di satu sisi, media sosial dapat menjadi sumber daya yang bermanfaat dalam mendukung pembelajaran. Banyak konten edukatif yang tersedia di platform ini, mulai dari video pembelajaran, infografik, hingga tips belajar yang kreatif. Guru dan siswa juga dapat memanfaatkan media sosial sebagai alat komunikasi yang memudahkan diskusi di luar ruang kelas. Grup di WhatsApp atau platform seperti Discord memungkinkan siswa bekerja sama dalam tugas kelompok, berbagi ide, dan mencari solusi atas permasalahan akademik secara kolaboratif.
Selain itu, media sosial dapat menjadi medium untuk mengembangkan kreativitas siswa. Misalnya, mereka dapat membuat video pembelajaran di TikTok, menyusun presentasi interaktif, atau menggunakan platform seperti YouTube untuk menjelaskan materi tertentu. Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya memahami pelajaran, tetapi juga mengasah keterampilan komunikasi dan teknologi yang relevan di era modern.
Namun, tidak dapat disangkal bahwa media sosial juga memiliki sisi negatif yang dapat mengganggu proses belajar siswa. Distraksi menjadi salah satu masalah terbesar. Kehadiran notifikasi yang terus-menerus atau kebiasaan scrolling tanpa tujuan sering kali mengurangi konsentrasi siswa, bahkan saat mereka sedang belajar. Media sosial yang seharusnya menjadi alat pendukung malah menjadi penyebab penurunan fokus, sehingga waktu belajar menjadi tidak efektif.
Selain itu, media sosial juga menghadirkan tantangan berupa kecanduan digital. Siswa yang terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial cenderung mengabaikan tanggung jawab akademik. Bahkan, informasi yang tersebar di media sosial tidak selalu dapat dipercaya. Siswa yang kurang memiliki kemampuan literasi digital berisiko mempercayai informasi yang salah atau hoaks, yang pada akhirnya dapat memengaruhi pemahaman mereka terhadap materi pelajaran.
Dampak negatif lain yang sering luput dari perhatian adalah pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental siswa. Konten yang menampilkan kehidupan sempurna dapat menciptakan tekanan dan rasa tidak percaya diri. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan emosi siswa dan mengurangi motivasi mereka untuk belajar.
Media sosial, jika dimanfaatkan secara bijak, sebenarnya bisa menjadi alat yang sangat berguna untuk pembelajaran. Namun, penggunaannya harus diimbangi dengan kesadaran dan pengendalian diri. Peran orang tua dan guru sangat penting dalam membantu siswa memahami bagaimana menggunakan media sosial secara sehat, agar manfaat yang diperoleh lebih besar daripada risikonya. Dengan pendekatan yang tepat, media sosial dapat menjadi alat pendukung pembelajaran yang efektif, bukan sekadar distraksi dalam proses belajar.
Penulis:
Nadira Harnas
Mahasiswi Semester 1 Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Keguruan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang






