POLEMIK pagar cerucuk bambu sepanjang 30 kilometer lebih di laut pesisir utara Kabupaten Tangerang, sudah semakin nampak, mendekati terang benderang. Bukan alien, bukan setan gundul apalagi Nyi Roro Kidul pemiliknya.
Meski semua masih bungkam, namun sejumlah fakta terungkap. Ada sertifikat hak guna bangunan (HGB), ada sertifikat hak milik (SHM) atas nama pribadi di perairan tersebut. Berbagai tudingan yang ditujukan kepada pengusaha properti raksasa di republik ini, tidak terbendung. Bahkan, nama presiden RI ke-7 yang berkuasa pada awal mula munculnya pagar tersebut, ikut disangkut-pautkan. Termasuk menteri, pejabat terkait, juka ikut tersangkut.
Menteri ATR dan Kepala BPN-RI, Nusron Wahid, tanpa ‘tedeng aling-aling’ mengungkap ratusan sertifikat ‘jadi-jadian’ tersebut. Betapa tidak, di dasar lautan terbit sertifikat HGB dan SHM. Siapa biang keroknya?
Pemeriksaan sejumlah pejabat terkait, mulai berjalan. Termasuk kelompok-kelompok yang mengaku dari Jaringan Rakyat Pantura (JRP) dan staf desa bernama Tarsin yang paing ‘kenceng’ menyuarakan atas nama masyarakat. Tidak menutup kemungkinan, sang Kades Kohod, Kecamatan Pakuhaji yang akhir-akhir ini ikut viral tak kalah dengan pagar cerucuk bambu yang diantaranya melintas di wilayah administratif pemerintahan desa tempatnya berkuasa.
Lagi-lagi sang Kades ngomong tidak ada nelayan yang mengeluh apalagi mengadu pada dirinya atas pagar cerucuk bambu yang oleh publik diindikasikan sebagai patok sertifikat HGB dan SHM di tengah lautan itu. Namun, sanggahannya itu ditepis oleh fenomena ratusan warga dan nelayan yang bersuka cita ikut membongkar pagar tersebut bersama-sama dengan TNI AL atas perintah presiden.
Cepat atau lambat, misteri cerucuk bambu itu akan terkuak. Mereka-mereka yang tersangkut di pagar cerucuk bambu di laut Tangerang sudah mulai bermunculan. Ini menjadi kado bagi nelayan Tangerang dalam 100 hari Presiden Prabowo Subianto memimpin republik ini. Negara tidak boleh kalah dengan pengusaha. Menyitir kalimat Kang Kholid, si macan kumbang dari Pontang, jangan sampai lingkaran besar dicengkeram dalam lingkaran kecil oligarki. (*
PENULIS
Paidjo Hadi Sumardjono
Seniman/Pemerhati Sosial