JEJAK KATA, Semarang – Perhelatan kirab budaya yang merupakan rangkaian dari acara Haul ke-522 Ki Ageng Pandanaran akhir pekan lalu, tak sekadar merawat atau ‘nguri-uri’ budaya, tapi juga membangkitkan semangat membangun Kota Semarang yang diawali oleh Bupati Semarang pertama kala itu, Ki Ageng Pandanaran.
Ki Ageng Pandanaran atau disebut juga Ki Ageng Pandan Arang sendiri diangkat oleh Sultan Demak Bintara sekaligus ulama besar yang menyebarkan ajaran Islam di daerah Semarang. Dari berbagai sumber menyebutkan, konon nama Semarang juga diberikan olehnya, karena di tempat ia tinggal itu ditumbuhi pohon asam yang jarang-jarang atau dalam bahasa Jawa asem arang. Dari situlah, lahir nama Semarang.
Ki Ageng Pandanaran atau Ki Ageng Pandan Arang juga merupakan tokoh penyebaran Islam di daerah tersebut. Meskipun sezaman dengan para Wali Songo, ia tidak termasuk di dalamnya. Berdasarkan arsip De Gouverneur Van Java, Ki Ageng Pandanaran juga dikenal sebagai Sultan Bajat atau Kiyai Gede Semarang.
Yuk! Cobain Lezatnya Laksa Kang Didin di Pusat Kota Tangerang
Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang hadir dalam perhelatan kirab arak-arakan pusaka peninggalan Ki Ageng Pandanaran dan beragam kekayaan budaya Nusantara itu, mengatakan bahwa jika tidak ada Ki Ageng Pandanaran tidak akan ada yang namanya Kota Semarang. Karena menurut Mbak Ita, begitu panggilan akrabnya, Ki Ageng Pandanaran adalah sang inspirator, sekaligus orang pertama yang ‘babad alas’ membangun Kota Semarang.
“Ini menjadi satu penyemangat untuk kita semuanya, bahwa Ki Ageng Pandanaran sebagai inspirator. Beliau babad alas membangun Kota Semarang pada zaman dulu kala yang mungkin tidak ada fasilitas-fasilitas apapun, tetapi beliau bisa membangun Kota Semarang. Harapannya kita-kita ini juga bisa melanjutkan membangun Kota Semarang ini untuk semakin lebih hebat,” ujar Mbak Ita.
Tabrak Barrier, Mobil Box Terbakar di Jalan Tol Merak-Tangerang
Lebih lanjut, Mbak Ita mengatakan bahwa melalui kegiatan kirab budaya, masyarakat tidak hanya diajak mengenang jasa-jasa Ki Ageng Pandanaran, tetapi juga memperkuat identitas dan jati diri sebagai warga Semarang. Hal ini sekaligus menunjukkan Kota Semarang adalah kota yang kaya akan sejarah, budaya, dan toleransi.
“Kota Semarang ini mempunyai banyak petilasan atau makam dari tokoh agama di Kota Semarang. Ya termasuk satu di sini ada Ki Ageng Pandanaran, Mbah Soleh Darat, kemudian ada Mbah Terboyo, ada Jumadil Kubro, Mbah Depok, ada Mbah Duku. Yang sekarang ini sedang diajukan menjadi tokoh Nasional, Mbah Kyai Sajad. Kota Semarang ini melahirkan banyak tokoh-tokoh Nasional, tokoh-tokoh agama yang harusnya bisa menjadi pusat religi di Indonesia,” paparnya.
Dengan adanya kegiatan ini, dia berharap, generasi muda dapat terus melestarikan budaya dan semakin mencintai Tanah Air. Sebab di era globalisasi, penting bagi generasi muda untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa, sekaligus mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. (*